Malap.

Cahaya itu kian malap

sejak susur langkah dirampas jarak

lantas direntap seluruh bait bahagia

saat kasih dan cinta hilang maknanya

semua bahagia direndam kenangan

lebur seutas janji yang tersimpul 

Cahaya itu kian malap

pudar sebaris senyum ditelan hampa

lorong-lorong harapan tertutup rapat

angan dijambak seraya dihempas

kecai terbongkah hati yang diserah

sayu menatap dalam kepasrahan

Cahaya itu kian malap

ketika aku memutuskan berhenti mengejar

telah aku susun kemas segenap rasa dan dipagar

semoga yang dikejar akan mengerti 

segala rasa itu suatu hari pasti bakal mati

bersemadi menjadi bukti kisah yang telah noktah

hanya doa ku kirim di awangan antah berantah

Aku ingin.

aku ingin kita berdua berteduh di bawah pohon tua

ditutup erat oleh bayang dedaunan merimbun

sentiasa selesa menyapa tiupan sepoi bayu petang

aku ingin kita berdua bergurau senda di bawah suluhan cahaya candra

pada mega yang tampak berbalam jelas sirna kerdip mata mu

aku ingin memetik puspita lantas ku beri padamu dengan megah nya

aku ingin kita berdua menghabiskan usia senja jauh dari kota

lantas menua bersama jauh dari hiruk pikuk manusia

aku ingin mencintai mu dengan sengaja hingga usai nafas dihela

Ratna Pakaja.

Jiwa ini berkisar tentang rasa yang harus abadi dalam nukilan aksara.

Tentang asmaraloka yang terus lingsir di lurah melankolia.

Tentang harsa yang harus menjadi lara.

Tentang belasungkawa yang lantas berangkat dek senyum mu si ratna pakaja.

Aksara.

aku adalah aksara yang tak bermakna, sedangkan kau adalah fatamorgana yang ku paksa menjadi nyata.

Berdua.

aku ingin berdua dengan mu

diantara daun yang gugur berserakan

dibawah bumbung rona senja yang biram

ketika langit memancarkan garis merah jambu.

aku ingin berdua dengan mu

ketika tatapan mata mu memandangku dengan penuh cinta

ketika aku dihanyut khayali dibawah deruan senyum manis mu

ketika lengkang akli ku menjadi lumat dek tutur mu.

aku ingin berdua dengan mu

pabila sudah kita siapkan balairung seri dalam menjadi raja sehari

pabila kita diiringi madali diatas peterana dalam sorak sorai marhaen

pabila ku sarungkan cincin di jarimu dan bersedia menurut seperti abintara sehingga usai nafas dihela.

Dimensi.

Ketika sayup langkah kau pergi menjauh

menelusuri jalan-jalan yang entah aku pun tak tahu.

Di simpang menuju ketidakpastian pertemuan kita lagi

berlegar sesuatu dalam ruang fikiran ku.

Mungkin di dimensi yang lain kita mencuba untuk bersama dalam keseharian yang sederhana dan bahagia.

Mencari warna indah yang kita lakar dalam impian milik kita berdua.

Ya aku turut dan teramat bersedih kerna tidak dapat direalisasikan pada dimensi dan tika ini

kerna telah hilang segala ucapan dan samar segala senyum yang pernah kita kongsi.

Bahagia yang tidak dapat kita lestarikan,

tapi mungkin di dimensi yang lain kita tidak berakhir begini.

Di dimensi yang lain ada hari dimana aku terlelap di luar kedai dalam kelelahan menanti ketika kau sibuk memilih baju untuk manusia-manusia kecil kiriman Tuhan yang bakal terlahir sebagai bukti segala rasa dan cinta antara kita.

Titipan.

kutitip rindu yang menjentik atma dan menggoncang realisma kepada bumantara melalui sandyakala untuk nona yang mampu memberi ku adiwarna melalui aksara yang nona rangkai. Kepada nona yang mutakhir menjadi pemilik senyum seaksara senja. tatkala memancarkan rona jingga yang semakin menguning dirampas jarak.